Rabu, 04 Desember 2013

ADSORPSI

  1. Pengertian Adsorpsi
      Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Zat yang diserap disebut fase terserap (adsorbat), sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben. Kecuali zat padat, adsorben dapat pula zat cair. Karena itu adsorpsi dapat terjadi antara : zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair atau gas dan zat cair.
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan oleh permukaan benda atau zat penyerap. Adsorpsi adalah masuknya bahan yang mengumpul dalam suatu zat padat. Keduanya sering muncul bersamaan dengan suatu proses maka ada yang menyebutnya sorpsi. Baik adsorpsi maupun absorpsi sebagai sorpsi terjadi pada tanah liat maupun padatan lainnya, namun unit operasinya dikenal sebagai adsorpsi. 


 Menurut Sukardjo bahwa molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam adsorben sedang pada adsorpsi, zat yang diserap hanya pada permukaan (Sukardjo, 2002:190).
2. Jenis adsorpsi
  Adsorpsi ada dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
 

Physisorption (adsorpsi fisika)
 

Terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorption ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol.
Contoh : adsorpsi oleh arang aktif. Aktivasi arang aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.
 

Chemisorption (adsorpsi kimia)
 

Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Chemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Walls atau melalui ikatan hidrogen. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Contoh : Ion exchange.
  3. Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia dapat dilihat pada tabel 1.
Adsorpsi fisika
Adsorpsi kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Van der Walls Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai     -40 kJ/mol Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai 800kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan Monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu dibawah titik didih adsorbat Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan adsorbat
Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu Melibatan energi aktivasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

 
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah sebagai berikut:
a. Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik.
Karakteristik Adsorben
Ukuran partikel merupakan syarat yang penting dari suatu arang aktif untuk digunakan sebagai adsorben. Ukuran partikel arang mempengaruhi kecepatan dimana adsorpsi terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan menurunnya ukuran partikel.

b. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka semakin luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada luas permukaan total adsorbennya.

c. Kelarutan Adsorbat
Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari larutan. Senyawa yang mudah larut mempunyai afinitas yang kuat untuk larutannya dan karenanya lebih sukar untuk teradsorpsi dibandingkan senyawa yang sukar larut. Akan tetapi ada perkeculian karena banyak senyawa yang dengan kelarutan rendah sukar diadsorpsi, sedangkan beberapa senyawa yang sangat mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha-usaha untuk menemukan hubungan kuantitatif antara kemampuan adsorpsi dengan kelarutan hanya sedikit yang berhasil.

d. Ukuran Molekul Adsorbat
Ukuran molekul adsorbat benar-benar penting dalam proses adsorpsi ketika molekul masuk ke dalam mikropori suatu partikel arang untuk diserap. Adsorpsi paling kuat ketika ukuran pori-pori adsorben cukup besar sehingga memungkinkan molekul adsorbat untuk masuk.

e.pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar terhadap adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi dengan kuat, sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa. Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi basa organik terjadi dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan proses adsorpsi harus ditentukan dengan uji laboratorium.

f. Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan dan jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan meningkatnya temperatur, dan menurun dengan menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi merupakan proses eksoterm, derajad adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan akan menurun pada suhu yang lebih tinggi (Srining Peni, 2001: 23).

       
5. Isoterm Adsorpsi
       Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat yang teradsorpsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada keadaan kesetimbangan dan temperatur konstan. Persamaan yang sering digunakan untuk menggambarkan data percobaan isoterm telah dikembangkan oleh 1) Freundlich, 2) Langmuir, dan 3) Brunauer, Emmett, dan Teller (Isoterm BET) (Tchobanoglos et al., 1991: 318).
Dalam sistem cair, isoterm adsorpsi menyatakan variasi adsorben dan adsorbat yang terjadi pada suhu konstan. Pada kondisi kesetimbangan terjadi distribusi larutan antara fasa cair dan fasa padat. Rasio dari distribusi tersebut merupakan fungsi konsentrasi dan larutan. Pada umumnya jumlah material yang diserap per satuan berat dari adsorben bertambah seiring dengan bertambahnya konsentrasi walaupun hal itu tidak selalu berbanding lurus.

Minggu, 01 Desember 2013

Pengertian Kimia

     Kimia (bahasa Inggris: chemistry) adalah ilmu yang mempelajari tentang komposisi dan struktur materi termasuk juga perubahannya. Kimia sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak peralatan sehari-hari yang menggunakan prinsip kimia. Mulai dari popok bayi, layar komputer, hingga pewarna batik semuanya menggunakan prinsip kimia. Pada dasarnya ilmu kimia mempelajari makroskopik dan mikroskopik. Makroskopik adalah segala sesuatu yang bisa dilihat dan diamati dengan mata. Sedangkan mikroskopik adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi bisa dibuktikan di laboratorium.
      Kimia dibedakan menjadi dua periode yaitu kimia klasik dan kimia modern. Kimia klasik atau kimia kuno dihitung mulai dari penemuan konsep awal kimia sejak zaman mesir kuno. Sedangkan kimia modern dihitung setelah penemuan teori atom oleh John Dalton (1766-1844) sampai saat ini. Yang membedakan antara kedua periode tersebut adalah metode pembuktian kimia. Pada kimia modern, pembuktian kimia didasarkan pada hasil percobaan.
      Orang yang yang membidangi ilmu kimia disebut kimiawan (bahasa Inggris: chemist). Kimiawan bertugas melakukan penelitian kimia untuk menemukan materi ataupun prinsip baru sehingga dapat membatu kehidupan manusia.

Ilmu kimia dibagi menjadi beberapa cabang ilmu antara lain: biokimia, nanokimia, kimia fisika, teknik kimia, dan lain-lain. Biokimia membahas tentang materi beserta prosesnya yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Nanokimia membahas tentang pengembangan teknologi nano seperti perangkat keras yang ada di komputer. Kimia fisika mempelajari tentang sifat-sifat fisika yang dimiliki oleh suatu material. Sedangkan teknik kimia mempelajari tentang aplikasi kimia di bidang industri atau lazim disebut industrinisasi kimia.
      Pembuktian dalam ilmu kimia tidak terlepas dari percobaan. Percobaan ilmiah merupakan fondasi utama perkembangan ilmu kimia. Percobaan kimia kimia umumnya dilakukan di dalam laboratorium kimia.

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA

A.    Pendahuluan
1. Latar Belakang
Ketika mempelajari kimia dikenal adanya larutan. Larutan  pada dasarnya  adalah  fase  yang  homogen  yang  mengandung  lebih  dari  satu komponen.  Komponen  yang  terdapat  dalam  jumlah  yang  besar disebut pelarut atau solvent, sedang komponen yang  terdapat dalam  jumlah yang kecil  disebut  zat  terlarut  atau  solute.  Konsentrasi  suatu  larutan  didefinisikan sebagai jumlah solute yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut.  Konsentrasi  dapat  dinyatakan  dalam  beberapa  cara, antara  lain molaritas,  molalitas,  normalitas  dan  sebagainya. Molaritas  yaitu  jumlah mol solute dalam satu  liter  larutan, molalitas yaitu  jumlah mol solute per 1000  gram  pelarut  sedangkan  normalitas  yaitu  jumlah  gram  ekuivalen solute dalam 1 liter larutan.
Dalam  ilmu  kimia,  pengertian  larutan  ini  sangat  penting  karena hampir  semua  reaksi  kimia  terjadi  dalam  bentuk  larutan.  Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran serba sama dari dua komponen atau lebih yang  saling  berdiri  sendiri. Disebut  campuran  karena  terdapat molekul-molekul,  atom-atom  atau  ion-ion  dari  dua  zat  atau  lebih.  Larutan dikatakan  homogen  apabila  campuran  zat  tersebut  komponen komponen penyusunnya  tidak  dapat  dibedakan  satu  dengan  yang  lainnya lagi. Misalnya larutan gula dengan air dimana kita tidak dapat lagi melihat dari bentuk gulanya, hal ini karena larutan sudah tercampur secara homogen.
Dalam  pembuatan  larutan  dengan  konsentrasi  tertentu  sering dihasilkan konsentrasi yang tidak tepat dengan yang diinginkan, untuk itu diperlukan  praktikum.dan  pada  praktikum  acara  ini  akan dilaksanakan acara  pembuatan  dan  standarisasinya.  Dalam  hal  ini  adalah membuat larutan 0,1 N HCL dan standarisasi HCL serta menentukan kadar Na2CO3 dengan HCL. Dalam pembuatan  larutan harus dilakukan seteliti mungkin dan menggunakan perhitungan yang tepat, sehingga hasil yang didapatkan sesuai  dengan  yang  diharapkan.  Untuk  mengetahui  konsentrasi sebenarnya  dari  larutan  yang  dihasilkan  maka  dilakukan standarisasi.
Standarisasi  pada  percobaan  ini menggunakan metode  titrasi  asam  basa yaitu proses penambahan larutan standar dengan larutan asam. Keterkaitan  praktikum  kimia  dalam  acara  ini  dengan  pertanian. Yaitu  digunakannya  senyawa-senyawa  kimia  sebagai pemberantas  hama yang  lebih  dikenal  dengan  pestisida.  Pestisida  sebagian  besar berbentuk larutan. Selain sebagai pestisida juga digunakan sebagai pupuk. Meskipun denikian,  penggunaan  larutan  kimia  sebagai  pupuk  perlu diperhatikan penggunaannya. Penggunaan pupuk harus sesuai dengan kadar yang telah ditentukan  agar  dapat mendukung  sektor  pertanian  dalam memproduksi hasil-hasilnya.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari raktikum acara 1 ini adalah:
  • Membuat larutan 0,1 N HCl
  • Standardisasi HCl dengan Borax (Na2B4O7.10H2O)
  • Penentuan kadar Na2CO3 dengan HCl
3. Waktu dan Tempat
Praktikum acara 1 dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 24 November 2010 pada pukul 11.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.    Tinjauan Pustaka
 Larutan  merupakan  campuran  karena  terdiri  dari  dua  bahan  dan disebut homogen karena sifat-sifatnya sama di sebuah cairan. Karena larutan adalah  campuran molekul biasanya molekul-molekul pelarut  agak berjauhan dalam  larutan  bila  dibandingkan  dalam  larutan  murni. Gaya tarik inter molekul  diantara molekul  tidak  sejenis menyebabkan  pelepasan  energi dan entalpi  menurun.  Larutan  pada  dasarnya  adalah  campuran  homogen, dapat berupa  gas,  zat  cair  maupun  padatan.  Menyebabkan  komponen koponen dalam  larutan  saja  tidak  cukup memberikan  larutan  secara  lengkap. Banyak cara  untuk  memberikan  konsentrasi  larutan  yang  semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian setiap  sistem  konsentrasi  menyatakan  satuan  yang  digunakan  zat terlarut, kuantitas zat terlarut pelarut (Anonim,2007).
Larutan adalah campuran dari dua atau lebih zat. Larutan dapat terjadi karena komponen larutan terdispresi menjadi atom atau molekul atau lain-lain saling  bercampur  baur.  Larutan  dapat  berupa  padat,  cair,  atau  gas. Namun lazimnya  yang  disebut  larutan  adalah  zat  cair.  Larutan  terdiri  dari dua komponen yaitu pelarut (solvent) dan zat pelarut (solut). Jumlah pelarut lebih banyak daripada zat terlarut (Anonim, 2007)
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi (Harjadi, 2000).
Komponen dan sifat fase cairan baru ini, yaitu larutan berbeda dari air murni. Larutan adalah campuran karena ini terdiri dari 2 zat atau lebih. Larutan ini homogen karena sifatnya di seluruh cairan. Campuran air dan pasir adalah campuran heterogen larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam beberapa hal), biasanya molekul pelarut agar berjauhan dalam larutan dibanding dalam larutan murni (Petrucci, 1992).
Setiap cara yang melokalisir titik dimana pH berubah sangat cepat dapat digunakan untuk mendeteksi titik ekuivalen dari suatu titrasi, yaitu : titik dimana jumlah ekuivalen dari basa dan asam telah tercampur. Salah satu cara untuk menentukan titik ekuivalen adalah dengan menggunakan zat warna yang mempunyai warna yang sensitif terhadap konsentrasi hidrogen. Zat warna ini dapat digunakan sebagai indikator dan dapat memberikan keterangan tentang PH suatu larutan (Haryono, 2001).
Titrasi  adalah  cara  analisis  untuk  menghitung  jumlah  cairan  yang dibutuhkan  untuk  bereaksi  dengan  sejumlah  cairan  lain. Dalam  satu cairan yang  mengandung  reaktan  ditempatkan  dalam  buret,  sebuah  tabung  yang panjang  salah  satu ujungnya  terdapat kran  (stopkok) dengan  skala milimeter dan  sepersepuluh milimeter.  Cairan  di  dalam  buret  disebut  titran dan  pada titran  ditambah  indikator,  perubahan  warna  indikator  menandai habisnya titrasi (Wahyudi, 2000).
Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidi alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkali metri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air (Bassett, 1994).
Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, di mana zat dibiarkan bereaksi dengan zat yang lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping (Khopkar, 1990).
Dalam menguji suatu reaksi untuk menetapkan apakah reaksi itu dapat digunakan untuk suatu titrasi, pembuatan suatu kurva titrasi akan membantu pemahaman untuk titrasi asam basa suatu kurva titrasi terdiri dari suatu alur pH atau pOH versus ml titran. Kurva semacam itu membantu dalam mempertimbangkan kelayakan suatu titrasi dan dalam memilih indikator yang tepat (Underwood, 1999).
A.    Alat, Bahan, dan Cara Kerja
  1. Alat
    1. gelas ukur
    2. labu ukur
    3. Erlenmeyer
    4. Pipet
    5. Pipet
    6. Statif
    7. Corong
    8. Gelas piala
    9. kaca arloji
  2. Bahan
    1. Larutan HCl
    2. Larutan Na2B4O7.10H2O 0,4gr
    3. Larutan Na2CO3 0,75gr
    4. Indikator MO (Methyl Orange)
    5. Aquadest
  3. Cara Kerja
a. Pembuatan larutan HCl 0,1 N
1)      Memasukan x ml HCl kedalam labu  100 ml
2)      Menuangkan aquades kedalam labu ukur sampai batas garis.
3)      Mengocok larutan tersebut.
4)      Memindahkan larutan HCl yang sudah dibuat kedalam Erlenmeyer.
b. Standarisai 0,1 N HCl dengan borax.
1)      Mengambil 0,404 gr borax murni.
2)      Memasukan borax kedalam labu erlenmeyer dan melarutkan dengan 5 ml akuades + 3 tetes indikator MO.
3)      Mentitrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna kemudian menghitung N HCl.
c. Menentuan kadar Na2CO3
1)      Menimbang 0,75 gr Na2CO3 dan memasukan kedalam labu takar 5 ml kemudian memberi air sampai tanda.
2)      Mengambil 10 ml kemudian memasukan kedalam Erlenmeyer kemudian menambahkan indikator MO 3 tetes.
3)      Mentitrasi dengan HCl yang telah dibuat, kemudian menentukan kadar Na2­CO3.
D.    Hasil dan Analisis Pengamatan
  1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Pembuata larutan HCl 0,1 N
V HCl (ml)
Bj HCl (gr/ml)
Kadar HCl (%)
X ml HCl
1
1,19
37
0,83

Tabel 1.2 Standarisasi 0,1 N HCl dengan Borax (Na2B4O7. 10 H2O)
m Borax (gr)
V HCl (ml)
Warna
Awal
Proses
Akhir
0,4
41,3
Kuning
Orange
Merah Muda

Tabel 1.3 Penentuan kadar Na2CO3
V HCl (ml)
Kadar Na2CO3 (%)
Warna
Awal
Proses
Akhir
0,7
4,95
Kuning
Orange
Merah Muda


E. Pembahasan

1. Pembahasan
Larutan terdiri atas dua komponen penting yaitu pelarut (solvent) yang memiliki proporsi lebih besar dan zat terlarut (solut) yang proporsinya lebih kecil. Larutan pada dasarnya adalah campuran yang homogen dapat berupa gas, cair, maupun padatan. Pada pembuatan larutan 0,1 N HCl pada percobaan ini dicari 0,1 N HCl dengan 0,83 ml HCl pekat, namun dalam percoban diperoleh 0,05 N HCl dengan 0,83 ml HCl. Mungkin ini terjadi karena faktor relatif misalnya pada penambahan aquadest dalam HCl sampai tanda garis didalam labu takar melebihi garis, sehingga seharusnya konsentrasi HCl 0,1 N yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit karena HCl nya lebih encer maka N HCl didapatkan 0,05 N. Besarnya volume N HCl, berat jenis HCl dan kadar dari HCl pekat (%) mempengaruhi penentuan volume HCl pekat yang dibutuhkan.
Standarisasi 0,1 N HCl dengan Borax (Na2B4O7.10H2O) dilakukan dengan cara titrasi. Indikator MO digunakan dalam titrasi dan tanda titrasi terjadi ialah terjadi perubahan warna yang kemudian titrasi dapat dihentikan, kemudian dapat dihitung normalitas HCl adalah 0,05 N. Dalam percobaan didapati warna pada awal adalah kuning, kemudian pada proses warna berubah orange, dan diakhir menghasilkan warna merah muda. Dalam proses titrasi ini hanya dibutuhkkan 41,3 ml HCl untuk mencapai titik ekuivalen.
Penentuan kadar Na2CO3 juga dilakukan dengan metode titrasi. Untuk kadar Na2CO3 dalam percobaan diperoleh 4,95% . perubahan warna yang terjadi adalah kuning pada warna awal, kemudian berubah menjadi orange pada proses, yang kemudian didapat warna merah muda pada warna akhir. Besar kadar Na2CO3 dipengaruhi oleh N HCl, volume HCl, BM Na2CO3, serta masa Na2CO3. Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda telah terjadi pada volume HCl 0,7 ml. hal ini terjadi mungkin terjadi karena penetesan HCl terlalu cepat sehingga perubahan pun cepat terjadi.

Kamis, 28 November 2013

Pengertian Destilasi




Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

Pembagian Destilasi
1.    Distilasi berdasarkan prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a.    Distilasi kontinyu
b.    Distilasi batch
2.    Berdasarkan basis tekanan operasinya terbagi menjadi tiga, yaitu :
a.       Distilasi atmosferis
b.   Distilasi vakum
c.    Distilasi tekanan

3.    Berdasarkan komponen penyusunnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a.    Destilasi system biner
b.    Destilasi system multi komponen

4.    Berdasarkan system operasinya terbagi menjadi dua, yaitu :
a.    Single-stage Distillation
b.    Multi stage Distillation



Selain pembagian macam destilasi, dalam referensi lain menyebutkan macam – macam destilasi, yaitu :
1.    Destilasi sederhana
2.    Destilasi bertingkat ( fraksional )
3.    Destilasi azeotrop
4.    Destilasi vakum
5.    Refluks / destruksi
6.    Destilasi kering

Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murninya. Senyawa – senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing – masing.

Gambar  : Alat Destilasi Sederhana
Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat. Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung. Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi .      
    
Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin ( kondensor ) dan biasanya labu destilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator.

Pemisahan senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempnyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.

Jika campuran berair didihkan, komposisi uap  di atas cairan tidak sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai titik didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat yang terkumpul akan mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran.

Kamis, 07 November 2013

KINETIKA KIMIA

KINETIKA KIMIA
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah mempelajari pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi, mempelajari pengaruh temperatur terhadap laju reaksi, dan menentukan orde reaksi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya (Syukri,1999).
Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu. Laju rekasi suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi. Untuk reaksi berikut:
A + B AB
Persamaan laju reaksi secara umum ditulis sebagai berikut:
R = k [A]m [B]n
K sebagai konstanta laju reaksi, m dan n orde parsial masing-masing pereaksi (Petrucci, 1987).
Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam mengontrol kecepatan reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi kadangkala kita ingin memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan sebagainya (Syukri, 1999).
Besarnya laju reaksi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
a. Sifat dan ukuran pereaksi. Semakin reaktif dari sifat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah atau reaksi berlangsung semakin cepat. Semakin luas permukaan zat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah, hal ini dapat dijelaskan dengan semakin luas permukaan zat yang bereaksi maka daerah interaksi zat pereaksi semakin luas juga. Permukaan zat pereaksi dapat diperluas dengan memperkecil ukuran pereaksi. Jadi untuk meningkatkan laju reaksi, pada zat pereaksi dalam bentuk serbuk lebih baik bila dibandingkan dalam bentuk bongkahan (Petrucci, 1987).
b. Konsentrasi. Dari persamaan umum laju reaksi, besarnya laju reaksi sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Jika natrium tiosulfat dicampur dengan asam kuat encer maka akan timbul endapan putih. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Na2S2O3 + 2H+ 2Na+ + H2S2O3 (cepat)
H2S2O3 H2SO3 + S (lambat)
Na2S2O3 + 2H+ 2Na+ + H2S2O3 + S
Reaksi ini terdiri dari dua buah reaksi yang konsekutif (sambung menyambung). Pada reaksi demikian, reaksi yang berlangsung lambat menentukan laju reaksi keseluruhan. Dalam hal ini reaksi yang paling lambat ialah penguraian H2S2O3 (Petrucci, 1987).
Berhasil atau gagalnya suatu proses komersial untuk menghasilkan suatu senyawa sering tergantung pada penggunaan katalis yang cocok. Selang suhu dan tekanan yang dapat digunakan dalam proses industri tidak mungkin berlangsung dalam reaksi biokimia. Tersedianya katalis yang cocok untuk reaksi-reaksi ini mutlak bagi makhluk hidup (Hiskia, 1992).
c. Suhu Reaksi. Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaikkan karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Akibatnya jumlah dan energi tumbukan bertambah besar. Pengaruh perubahan suhu terhadap laju reaksi secara kuantitatif dijelaskan dengan hukum Arrhenius yang dinyatakan dengan persamaan sebagi berikut:
k = Ae-Ea/RT atau ln k = -Ea + ln A
RT
Dengan R = konstanta gas ideal, A = konstanta yang khas untuk reaksi (faktor frekuensi) dan Ea = energi aktivasi yang bersangkutan (Petrucci, 1987).
d. Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi untuk memepercepat jalannya reaksi. Katalis biasanya ikut bereaksi sementara dan kemudian terbentuk kembali sebagai zat bebas. Suatu reaksi yang menggunakan katalis disebut reaksi katalis dan prosesnya disebut katalisme. Katalis suatu reaksi biasanya dituliskan diatas tanda panah (Petrucci, 1987).
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus (Hiskia, 1992).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, erlenmayer, stopwatch, termometer, penangas air, pipet dan gelas beaker.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah HCl 0,1 N; Na2S2O3 0,1 N; H2C2O4 0,1 N; KMnO4 0,1 N; dan aquades.
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi
1. Pengaruh Konsentrasi HCl
- Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi sebagai berikut :
No.
Pereaksi
Tabung reaksi ke-
1
2
3
4
5
6
1
Na2S2O3 0,1 N
5 mL
-
5 mL
-
5 mL
-
2
HCl 0,1 N
-
5 mL
-
-
-
-
3
HCl 0,05 N
-
-
-
5 mL
-
-
4
HCl 0,01 N
-
-
-
-
-
5 mL
- Dituangkan tabung 2 ke tabung 1, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 2
- Dituangkan tabung 4 ke tabung 3, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 4
- Dituangkan tabung 6 ke tabung 5, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 6
- Perubahan warna dan waktu yang diperlukan reaksi yaitu sampai tepat mulai terjadi kekeruhan dicatat
2. Pengaruh konsentrasi Na2S2O3
- Dengan menggunakan pereaksi di bawah ini, dikerjakan seperti pada prosedur 1.
No
Pereaksi
Tabung reaksi ke-
1
2
3
4
5
6
1
HCl 0,1 N
5 mL
-
5 mL
-
5 mL
-
2
Na2S2O3 0,1 N
-
5 mL
-
-
-
-
3
Na2S2O3 0,05 N
-
-
-
5 mL
-
-
4
Na2S2O3 0,01 N
-
-
-
-
-
5 mL
B. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi.
1. Disiapkan 6 tabung reaksi, diisi dengan pereaksi sesuai tabel berikut
No
Pereaksi
Tabung Reaksi Ke….
1
2
3
4
5
6
1
HCl 0,1 N
5 ml
-
5 ml
-
5 ml
-
2
Na2S2O3 0,1 N
-
5 ml
-
5 ml
-
5 ml
3
Suhu
Kamar
50oC
100oC
2. Diatur temperatur dari tabung reaksi sesuai tabel, ditempatkan tabung reaksi dalam penangas air.
3. Dicampurkan tabung 1 dan 2, tabung 3 dan 4 serta tabung 5 dan 6.
4. Dicatat perubahan warna yang terjadi dan waktu yang diperlukan reaksi tersebut.
C. Menentukan orde reaksi
1. Diisi buret dengan larutan KMnO 0,1 N.
2. Disiapkan 5 buah Erlenmeyer, mengisinya dengan H2C2O4 0,1 N dan akuades (komposisi setiap Erlenmeyer sesuai table di bawah).
3. Ditambahkan KMnO4 ke dalam setiap Erlenmeyer dari dalam buret dengan jumlah sesuai dengan table berikut:
No
Pereaksi
Erlenmeyer
1
2
3
4
1
H2C2O4 0,1 N
5 ml
10 ml
15 ml
10 ml
2
KMnO4 0,1 N
2 ml
2 ml
2 ml
4 ml
3
Akuades
13 ml
8 ml
3 ml
6 ml
4. Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari KMnO4 ditambahkan sampai warna ungu tepat hilang
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Menentukan Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi
Pengaruh Konsentrasi HCl
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel.
-
Dituangkan :
Tabung 2 ke tabung 1, lalu dituang kembali ke tabung 2.
Tabung 4 ke tabung 3, lalu dituang kembali ke tabung 4.
Tabung 6 ke tabung 5, lalu dituang kembali ke tabung 6.
Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung dan mulai terjadi kekeruhan.
Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi kekeruhan.
Reaksi tabung 2 dan 1 : 32,30 detik.
Reaksi tabung 4 dan 3 : 37,00 detik.
Reaksi tabung 6 dan 5 : 1,02 detik
Pengaruh Konsentrasi Na2S2O3
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel.
-
Dituangkan :
Tabung 2 ke tabung 1, lalu dituang kembali ke tabung 2.
Tabung 4 ke tabung 3, lalu dituang kembali ke tabung 4.
Tabung 6 ke tabung 5, lalu dituang kembali ke tabung 6.
Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung dan mulai terjadi kekeruhan.
Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi kekeruhan.
Reaksi tabung 2 dan 1 : 37,00 detik.
Reaksi tabung 4 dan 3 : 42,80 detik.
Reaksi tabung 6 dan 5 : 35,00 detik.
b. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel.
-
Diatur temperatur dari tabung reaksi sesuai tabel 1, dimana tabung reaksi ditempatkan di dalam penangas air.
Tabung 1 dan 2 : Pada suhu kamar.
Tabung 3 dan 4 : Pada suhu 50oC.
Tabung 5 dan 6 : Pada suhu 100oC.
Dicampurkan : tabung 1 dan 2, tabung 3 dan 4 serta tabung 5 dn 6.
Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung.
Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi perubahan warna.
Reaksi tabung 1 dan 2 : 47,11 detik.
Reaksi tabung 3 dan 4 : 11,54 detik.
Reaksi tabung 5 dan 6 : 4,37 detik.
c. Menentukan Orde Reaksi
Percobaan
Hasil Pengamatan
Buret diisi dengan larutan KMnO4 0,1 N.
-
Disiapkan 5 buah erlenmeyer yang diisi dengan H2C2O4 0,1 N dan akuades.
-
Ditambahkan KMnO4 ke dalam setiap erlenmeyer dari dalam buret dengan jumlah sesuai tabel
Mulai terjadi reaksi pada masing-masing erlenmeyer.
Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari KMnO4 ditambahkan hingga warna ungu tepat hilang.
Pada erlenmeyer 1 : 28,40 detik
Pada erlenmeyer 2 : 18,05 detik
Pada erlenmeyer 3 : 11,08 detik
Pada erlenmeyer 4 : 26,40 detik
Pada erlenmeyer 5 : 18,18 detik
2. Perhitungan
a Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi
· Pengaruh Konsentrasi HCl
- Tabung 2 dituangkan ke tabung 1, kemudian dituangkan kembali ke tabung 2 sampai mulai terjadi kekeruhan akan memerlukan waktu 32,30 detik.
- Tabung 4 dituangkan ke tabung 3, kemudian dituangkan kembali ke tabung 4 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 37,00 detik.
- Tabung 6 dituangkan ke tabung 5, kemudian dituangkan kembali ke tabung 6 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 1,02 detik.
· Pengaruh Konsentrasi Na2S2O3
- Tabung 2 dituangkan ke tabung 1, kemudian dituangkan kembali ke tabung 2 sampai mulai terjadi kekeruhan akan memerlukan waktu 37,00 detik.
- Tabung 4 dituangkan ke tabung 3, kemudian dituangkan kembali ke tabung 4 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 42,80 detik.
- Tabung 6 dituangkan ke tabung 5, kemudian dituangkan kembali ke tabung 6 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 35,00 detik.
b Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi
- Tabung 1 dicampurkan dengan tabung 2 memerlukan waktu 47, 11 sampai terjadi perubahan warna pada suhu kamar.
- Tabung 3 dicampurkan dengan tabung 4 memerlukan waktu 11,54 detik sampai terjadi perubahan warna pada suhu 50oC.
- Tabung 5 dicampurkan dengan tabung 6 memerlukan waktu 4,37 detik sampai terjadi perubahan warna pada suhu 100oC.
c Menentukan Oerde Reaksi
Diketahui : Komposisi (volume) H2C2O4 0,1 N, KMnO4 0,1 N dan akuades berdasarkan tabel 2.
Ditanyakan : – Membuat 6 buah grafik, yaitu : [H2C2O4] vs 1/t, [H2C2O4]2 vs 1/t, [H2C2O4]3 vs 1/t, [KMnO4] vs 1/t, [KMnO4]2 vs 1/t, dan [KMnO4]3 vs 1/t.
- Menentukan harga koefisien relasi (r) dari masing-masing grafik tersebut.
- Menentukan orde reaksi terhadap asam oksalat, permanganat, dan orde reaksi total, berdasarkan harga r tersebut.
Penyelesaian :
[H2C2O4] = (V.N)oksalat / Vtotal larutan
Pada erlenmeyer 1 : [H2C2O4] = (5 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,025 N
Pada erlenmeyer 2 : [H2C2O4] = (10 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,05 N
Pada erlenmeyer 3 : [H2C2O4] = (15 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,075 N
Pada erlenmeyer 4 : [H2C2O4] = (10 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,05 N
Pada erlenmeyer 5 : [H2C2O4] = (10 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,05 N
[KMnO4] = (V.N)permanganat / Vtotal larutan
Pada erlenmeyer 1 : [KMnO4] = (2 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,01 N
Pada erlenmeyer 2 : [KMnO4] = (2 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,01 N
Pada erlenmeyer 3 : [KMnO4] = (2 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,01 N
Pada erlenmeyer 4 : [KMnO4] = (3 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,015 N
Pada erlenmeyer 5 : [KMnO4] = (4 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,02 N
Tabel Hasil Data Percobaan :
Erlenmeyer
1
2
3
4
5
t (detik)
28,40
18,05
11,08
26,40
18,18
[H2C2O4]
0,025
0,05
0,075
0,05
0,05
[H2C2O4]2
6,25×10-4
2,5×10-3
5,625×10-3
2,5×10-3
2,5×10-3
[H2C2O4]3
1,5625×10-5
1,25×10-4
4,21875×10-4
1,25×10-4
1,25×10-4
[KMnO4]
0,01
0,01
0,01
0,015
0,02
[KMnO4]2
1×10-4
1×10-4
1×10-4
2,25× 10-4
4×10-4
[KMnO4]3
1×10-6
1×10-6
1×10-6
3,375× 10-6
8×10-6
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dibuat grafik dari konsentrasi oksalat dan permanganat dengan 1/waktu.
VI. PEMBAHASAN
a. Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi
Percobaan pertama ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi suatu pereaktan terhadap laju reaksi, yang dalam hal ini pereaktan adalah HCl dan Na2S2O3. Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan 6 buah tabung reaksi yang diisi sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan, maka kemudian dicampurkan antara tabung 2–1–2, antara tabung 4–3–4, dan antara tabung 6–5–6. Setelah dilakukan pencampuran kemudian mencatat perubahan warna dan waktu yang diperlukan reaksi yaitu sampai tepat mulai terjadi kekeruhan. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi HCl terhadap laju reaksi, dimana tabung 1 berisi dengan 5 mL Na2S2O3 0,1 N dan tabung 2 berisi dengan 5 mL HCl 0,1 N kemudian dilakukan pencampuran antara tabung 2–1–2 memerlukan waktu 32,3 detik sampai terjadi kekeruhan. Untuk laju reaksi antara tabung 4–3–4 sampai terjadi kekeruhan, memerlukan waktu 37 detik. Sedangkan laju reaksi antara tabung 6–5–6 sampai terjadi kekeruhan memerlukan waktu yang sangat cepat dibandingkan dengan tabung 2–1–2 dan tabung 4–3–4 yaitu selama 1,02 detik. Hal ini disebabkan oleh HCl yang merupakan pereaksi yang ada pada tabung 4 ukuran pereaksinya lebih kecil dibandingkan pada tabung lainnya. Dari hasil percobaan terlihat adanya pengaruh besar konsentrasi terhadap kecepatan reaksi. Semakin besar konsentrasi suatu pereaksi, maka kecepatan reaksinya juga semakin besar (reaksi berlangsung lebih cepat).
Dengan perlakuan yang sama, 5 mL HCl yang konsentrasinya 0,1 N direaksikan dengan 5 mL Na2S2O3, yang memiliki konsentrasi bervariasi, yaitu 0,1 N; 0,05 N; dan 0,01 N. Reaksi antara HCl dan Na2S2O3 0,01 N berjalan sangat cepat yaitu 35 detik. Perubahan warna yang terjadi juga sangat kecil sehingga sangat sulit untuk diamati. Reaksi dengan Na2S2O3 0,05 N berlangsung paling lambat yaitu 42,80 detik dan reaksi dengan Na2S2O3 0,1 N memerlukan 37 detik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pereaksi yang besar yang mempercepat laju reaksi. Sesuai dengan pernyataan umum bahwa sebagian besar laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaktan, sehingga dengan konsentrasi pereaksi yang lebih besar reaksi juga akan berlangsung lebih cepat.
b. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi
Suhu yang tinggi akan mempengaruhi kalor yang berperan dalam penambahan energi kinetik partikel pereaksi karena jumlah dan energi tumbukan bertambah besar sehingga dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi yaitu khususnya pada kecepatan belangsungnya reaksi. Untuk percobaan kali ini kita bertujuan membuktikan apakah pernyataan tersebut diatas sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan. Pada tabung pertama, ketiga dan kelima yang berisikan HCl 0,1 N, dicampurkan dengan tabung kedua, keempat dan keenam yang berisikan Na2S2O3 0,1 N secara berurutan. Hasil percobaan yang ditunjukkan yaitu perubahan warna dari bening menjadi keruh dengan waktu selang waktu yang berbeda-beda. Pada percobaan pertama tabung kesatu dicampur dengan tabung kedua pada suhu kamar dan waktu yang diperlukan untuk merubah warna bening menjadi warna keruh adalah selama 47,11 detik. Percobaan kedua tabung ketiga dicampur dengan tabung keempat pada suhu 50o C waktunya adalah 11,54 detik. Sedangkan pada percobaan ketiga dengan mencampurkan antara tabung kelima dengan tabung keenam pada suhu 100o C waktunya adalah 4,37 detik. Menurut dari pernyataan atau teori yang ada bahwa suhu sangat mempengaruhi kecepatan berlangsungnya suatu reaksi atau laju reaksi yang dapat dilihat dari waktu yang diperlukan untuk terjadinya perubahan. Dari hasil percobaan ini kita dapat melihat bahwa reaksi yang paling cepat berlangsung adalah pada suhu yang tertinggi yaitu 100oC yaitu, sedangkan pada suhu yang paling rendah yaitu pada suhu kamar reaksi lambat.
c. Menentukan Orde Reaksi
Percobaan ini dilakukan dengan langkah pertama yaitu menyiapkan alat yang diperlukan yaitu 5 buah erlenmeyer dan bahan seperti asam oksalat, aquades dan kalium permanganat. Asam oksalat terlebih dahulu dicampur dengan aquades hingga homogen sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencampuran ketika penambahan kalium permanganat. Ketika larutan yang sudah homogen tadi dicampurkan dengan kalium permanganat warna berubah menjadi ungu setelah itu erlenmayer digoyang-goyangkan agar terjadi perubahan dan tidak terjadinya endapan. Setelah beberapa lama terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning dan lama kelamaan berubah menjadi bening.
Percobaan ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan volume yang berbeda-beda, sedangkan waktu yang diperlukan pada erlenmayer yang pertama yaitu selama 28,4 detik; untuk tabung kedua waktu yang diperlukan adalah 18,05 detik; untuk tabung ketiga waktu yang diperlukan adalah 11,08 detik; tabung keempat waktu yang diperlukan adalah 26,4 detik; dan tabung kelima waktu yang diperlukan adalah 18,18 detik.
MnO4- dan KMnO4 bersifat katalis sehingga sebagai katalis warna campuran bening atau kuning. MnO4- merupakan oksidator yang digunakan untuk bereaksi dengan reduktor H2C2O4 dalam suasana asam. Reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat dapat dikatakan sebagai autokatalisator karena ion Mn2+ yang terbentuk sebagai katalis. Kemudian reaksi ini tidak perlu indicator secara khusus untuk menentukan titik ekuivalen karena laju ditentukan dari perubahan warna proses tersebut. Adapun reaksi antara H2C2O4 dan MnO4- yaitu:
H2C2O4 + 2MnO4- 6CO2 + 3H2O + MnO
Berdasarkan hasil perhitungan orde yang diperoleh pada percobaan ini adalah -0,6. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang berlangsung adalah konstan karena nilai orde yang diperoleh mendekati nilai nol dimana reaksi ini tidak bergantung pada pereaksi konsentrasi. Dan kemungkinan orde reaksinya adalah orde tingkat 1. Sehingga diperoleh orde totalnya (1+1) = 2.
Berdasarkan gambaran grafik yang diperoleh adalah nilai R2 untuk [H2C2O] adalah sebesar 0,7864; [H2C2O]2 adalah sebesar 0,8718; dan [H2C2O]3 adalah sebesar 0,8964. Sehingga orde reaksi terhadap oksalat adalah tingkat orde reaksi 3 (tingkat orde reaksi adalah nilai R2 yang paling mendekati 1).
Sedangkan nilai R2 untuk [KMnO4] adalah sebesar 0,0434; [KMnO4]2 adalah sebesar 0,0309; dan [KMnO]3 adalah sebesar 0,0316. Sehingga orde reaksi terhadap permanganat adalah tingkat orde reaksi 1.
Dari data tersebut, maka didapatkan orde reaksi totalnya, yaitu (3+1) = 4.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Reaksi antara HCl dan Na2S2O3 0,01 N berlangsung 35 detik; Na2S2O3 0,05 N berlangsung 42,80 detik; danNa2S2O3 0,1 N berlangsung 37 detik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pereaksi yang besar yang mempercepat laju reaksi.
2. Reaksi berlangsung sangat cepat pada suhu 100oC (suhu tertinggi), dan reaksi berlangsung lambat pada suhu kamar (yang paling rendah).
3. Orde reaksi oksalat adalah tingkat orde reaksi 3, dan orde reaksi permanganat adalah tingkat orde reaksi 1. Maka didapatkan orde reaksi totalnya, yaitu (3+1) = 4.